Hiduplah sederhana - bersahaja qona'ah - nerimo


Oleh: Haji Moh. Ridwan 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Keutamaan Zuhud

Seorang sahabat datang kepada Nabi Saw dan bertanya, "Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bila aku amalkan niscaya aku akan dicintai Allah dan manusia." Rasulullah Saw menjawab, "Hiduplah di dunia dengan berzuhud (bersahaja) maka kamu akan dicintai Allah, dan jangan tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya kamu akan disenangi manusia." (HR. Ibnu Majah).

Dua sikap mulia yang akan disenangi Allah dan disayangi manusia yaitu zuhud dan tidak tamak. Orang yang hidupnya zuhud yaitu sederhana terhadap kehidupan dunia walaupun dia punya dan mampu untuk bermewah-mewah dan berpoya-poya tapi tidak dilakukannya karena keimanan dan ketinggian harga dirinya untuk menjadikan harta itu sebagai sarana ibadah, hartanya digunakan untuk kepentingan yang prioritas bagi keluarga, agama  dan masyarakatnya.

Orang yang zuhud dan qana'ah, tercermin pada sikap sederhana dan bersahaja bukan karena ketidakmampuannya, untuk bersahaja ketika miskin siapapun orang bisa, tapi ketika kaya kadangkala nafsu buas diperturutkan, egoisme semakin menjadi-jadi, orang yang  bijak adalah orang yang bisa untuk  bersahaja dikala kaya apalagi dikala miskin. Bahkan ketika Rasulullah ditawari dengan kekayaan, beliau menolaknya, beliau lebih memilih hidup dalam keadaan sederhana, "Robbku menawarkan kepadaku untuk menjadikan lembah Mekah seluruhnya emas. Aku menjawab, "Jangan ya Allah, aku ingin satu hari kenyang dan satu hari lapar. Apabila aku lapar aku akan memohon dan ingat kepada-Mu dan bila kenyang aku akan bertahmid dan bersyukur kepada-Mu." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 55 dengan judul “Keutamaan Zuhud Di Dunia Dan Anjuran Untuk Mempersedikit Keduniaan Dan Keutamaan Kefakiran”
Allah Ta'ala berfirman: "Hanyasanya perumpamaan kehidupan dunia ini adalah seperti air yang Kami turunkan dari langit, kemudian tumbuhlah karenanya itu tumbuh-tumbuhan di bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan ternak. Sehingga setelah bumi itu mengenakan pakaian hiasannya dan menjadi indah permai dan penduduknya mengira, bahwa mereka akan dapat menguasainya, maka datanglah perintah Kami di waktu malam atau siang - untuk merusakkan semua itu sebagai siksa, lalu Kami jadikanlah bumi itu sebagai ladang padi yang telah dituai, seolah-olah kelmarinnya tidak terjadi sesuatu apapun. Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat Kami kepada orang-orang yang berfikir." (Yunus: 24).

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan buatlah untuk mereka perumpamaan kehidupan dunia, sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit dan karenanya lalu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian setelah subur lalu menjadi kering yang dapat diterbangkan oleh angin dan Allah itu adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Hartabenda dan anak-anak itu adalah perhiasan kehidupan dunia dan amalan-amalan yang baik yang kekal pahalanya adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih bagus pula harapannya." (al-Kahf: 45-46).

Juga Allah Ta'afa berfirman:"Ketahuilah olehmu semua, bahwasanya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda-gurau, perhiasan dan bermegah-megah antara sesamamu, berlomba banyak kekayaan dan anak-anak. Perumpamaannya adalah seperti hujan yang mengherankan orang-orang kafir - yang menjadi petani - melihat tumbuh tanamannya, kemudian menjadi kering lalu engkau lihat menjadi kuning warnanya, kemudian menjadi hancur binasa. Dan di akhirat siksa yang amat sangat untuk mereka itu - yang berbuat kesalahan, juga pengampunan dari Allah serta keridhaan - bagi orang-orang yang berbuat kebaikan - dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah kesenangan tipuan belaka." (al-Hadid: 20).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Diperhiaskanlah untuk para manusia itu - yakni diberi perasaan bernafsu - untuk mencintai kesyahwatan-kesyahwatan dari para wanita, anak-anak, kekayaan yang berlimpah-limpah dari emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah ladang. Demikian itulah kesenangan kehidupan dunia dan di sisi Allah ada tempat kembali yang sebaik-baiknya." (ali-Imran: 14).

Allah Ta'ala berfirman pula:"Hai sekalian manusia, sesungguhnya janji Allah itu adalah benar. Maka dari itu, janganlah engkau semua tertipu oleh kehidupan dunia ini dan janganlah sekali-kali kepercayaanmu kepada Allah itu tertipu oleh sesuatu yang amat pandai menipu."(Fathir: 5).

Juga Allah Ta'ala berfirman:"Engkau semua dilalaikan oleh perlombaan mencari kekayaan, sehingga engkau semua mengunjungi kubur - yakni sampai mati. jangan begitu, nanti engkau semua akan mengetahui, kemudian sekali lagi jangan begitu, nanti engkau semua akan mengetahui - mana yang sebenarnya salah dan mana yang tidak. jangan begitu, andaikata engkau semua dapat mengetahui dengan ilmu yakin, tentu engkau semua tidak berbuat seperti di atas itu." (at-Takatsur: 1-5).

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan tidaklah kehidupan di dunia ini melainkan senda-gurau dan permainan belaka dan sesungguhnya perumahan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya, jikalau mereka mengetahui." (al-Ankabut: 64).

Ada sementara orang yang berpendapat bahwa yang dinamakan zuhud itu ialah dengan menyiksa diri sendiri, makan dan minum harus dikurangi sesangat-sangatnya, demikian pula tidur dan istirahatnya, pakaian cukup yang jelek-jelek, rambut biarkan kusut-masai tanpa disisir, mandi pun harus jarang-jarang, berjalan harus selalu menundukkan muka, tidak perlu bekerja keras-keras dan cukuplah dengan menerima belas kasihan orang lain, bertasbih sepanjang hari dan malam dan lain-lain kelakuan yang bukan-bukan. Jelaslah bahwa bukan yang sedemikian ini yang dikehendaki oleh Rasulullah s.a.w. dalam pengertian zuhud sebagaimana yang tercantum dalam Hadis di atas.
Memang zuhud itu apabila kita lakukan, pasti kita akan dicintai oleh Allah dan seluruh manusia. Nabi s.a.w. bersabda: "Berlaku zuhudlah di dunia, pasti dicintai Allah dan berlaku zuhudlah terhadap milik orang lain, pasti dicintai oleh sesama manusia."
Maka dari itu yang sekarang perlu kita sadari sebaik-baiknya ialah, apakah yang dinamakan zuhud itu?
Zuhud ialah meninggalkan ketamakan dalam urusan keduniawiyahan sehingga lupa ketaatan kepada Allah, lengah untuk mencari bekal hidup di akhirat nanti. Inilah artinya zuhud di dunia. Ringkas saja, bukan. Kalau ini dilakukan, pasti Allah mencintai kita.
Selain zuhud sebagaimana pengertiannya di atas itu, hendaknya pula kita jangan ingin memiliki sesuatu yang bukan kepunyaan kita, sehingga timbul hasrat ingin merebut yang bukan hak kita itu. Boleh saja kita ingin mempunyai yang seperti milik orang lain, tetapi carilah yang lain dan jangan yang sudah menjadi milik orang lain itu dirampas. Inilah yang diartikan zuhud dengan apa yang ada pada para manusia. Kalau ini kita lakukan sudah pasti tidak seseorangpun yang membenci kita. Kita tentu disukai sebab kita pandai bergaul dan menghormati milik orang.
Demikianlah dua pengertian zuhud dalam Agama Islam. Maka apabila diartikan lebih dari ini, maka teranglah bahwa itu bukan berasal dari ajaran Allah Ta'ala dan RasulNya, tetapi buat-buatan manusia biasa atau mungkin penjiplakan dari agama lain atau dari ilmu yang tidak diridhai oleh Allah semacam klenik dan sebagainya.
Lihatlah sejarah Rasulullah s.a.w. Beliau adalah sezuhud-zuhudnya manusia di dunia ini, tetapi beliau s.a.w. pula yang bersabda: "Badanmu itu wajib kamu penuhi haknya."
Jadi makan minumnya, pakaiannya, kesenangannya dan Iain-lain sebagainya. Beliau s.a.w. juga tidur dan beristirahat, kawin, bersenda-gurau, berkumpul dengan keluarganya dan lain-lain lagi.
Singkatnya asalkan kita sudah berzuhud sebagaimana dua pengertian dalam Hadis di atas dan menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-laranganNya, Insya Allah selamatlah hidup kita di dunia sampai di akhirat.
Adapun Hadis-hadisnya, maka lebih banyak lagi untuk dapat diringkaskan, oleh sebab itu kami peringatkan sebagian saja dengan meninggalkan yang lainnya.

Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. duduk di atas mimbar dan kita duduk di sekitarnya, lalu beliau s.a.w. bersabda:"Sesungguhnya salah satu yang saya takutkan atasmu semua sepeninggalku nanti ialah apa yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasan-hiasannya - yakni bahwa meluapnya kekayaan pada ummat Muhammad inilah yang amat ditakutkan, sebab dapat merusakkan agama jikalau tidak waspada mengendalikannya." (Muttafaq'alaih)

Dari Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Ya Allah. Tidak ada kehidupan yang kekal melainkan kehidupan di akhirat." (Muttafaq 'alaih)

Dari Anas r.a. pula dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Ada tiga macam mengikuti mayat itu- ketika di bawa ke kubur, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan satu tetap tinggal menyertainya. Keluarga dan hartanya kembali sedang amalnya tetap mengikutinya." (Muttafaq 'alaih)

Dari Anas r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Akan didatangkanlah orang yang terenak kehidupannya di dunia dan ia termasuk golongan ahli neraka pada hari kiamat nanti, lalu diceburkan dalam neraka sekali ceburan, lalu dikatakan: "Hai anak Adam - yakni manusia, adakah engkau dapat merasakan sesuatu kebaikan - keenakan sekalipun sedikit? Adakah suatu kenikmatan yang pernah menghampirimu sekalipun sedikit?" Ia berkata: "Tidak.demi Allah, ya Tuhanku"- yakni setelah merasakan pedihnya siksa neraka, maka kenikmatan-kenikmatan dan keenakan-keenakan di dunia itu seolah-olah lenyap sama sekali.

Juga akan didatangkanlah orang yang paling menderita kesengsaraan di dunia dan ia termasuk ahli syurga, lalu ia dimasukkan sekali masuk dalam syurga, lalu dikatakan padanya: "Hai anak Adam, adakah engkau dapat merasakan sesuatu kesengsaraan, sekalipun sedikit? Adakah suatu kesukaran yang pernah menghampirimu sekalipun sedikit?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah, tidak pernah ada kesukaranpun yang menghampiri diriku dan tidak pernah saya melihat suatu kesengsaraan pun sama sekali," - yakni setelah merasakan kenikmatan syurga, maka kesengsaraan dan kesukaran yang pernah diderita di dunia itu seolah-olah lenyap sekaligus. (Riwayat Muslim)

Dari al-Mustaurid bin Syaddad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah dunia ini kalau dibandingkan dengan akhirat, melainkan seperti sesuatu yang seseorang di antara engkau semua menjadikan jarinya masuk dalam air lautan, maka cobalah lihat dengan apa ia kembali - yakni, seberapa banyak air yang melekat di jarinya itu. Jadi dunia itu sangat kecil nilainya dan hanya seperti air yang melekat di jari tadi banyaknya." (Riwayat Muslim)

464. Dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Andaikata saya memiliki emas sebanyak gunung Uhud, niscaya saya tidak senang kalau berjalan sampai lebih dari tiga hari, sedangkan disisiku masih ada emas itu sekalipun sedikit,kecuali kalau yang sedikit tadi saya sediakan untuk memenuhi hutang - yang menjadi tanggunganku. (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Lihatlah kepada orang yang tarafnya ada di bawahmu semua dan janganlah melihat orang yang tarafnya ada di atasmu semua - dalam hal keduniaan. Sebab yang sedemikian itu lebih nyata bahwa engkau semua tidak akan menghinakan kenikmatan yang dilimpahkan atasmu semua itu." (Muttafaq 'alaih).

 Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Dunia ini adalah penjara bagi orang mu'min - kalau dibandingkan dengan kenikmatan yang disediakan di syurga - dan syurga bagi orang kafir - kalau dibandingkan dengan pedihnya. siksa di neraka." (Riwayat Muslim)

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma.katanya: "Rasulullah s.a.w. menepuk kedua belikatku, lalu bersabda:
"Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah engkau orang gharib -yakni orang yang sedang berada di negeri orang dan tentu akan kembali ke negeri asalnya - atau sebagai orang yang menyeberangi jalan - yakni amat sebentar sekali di dunia ini."
Ibnu Umar berkata: "Jikalau engkau di waktu sore, maka janganlah menantikan waktu pagi dan jikalau engkau di waktu pagi, maka janganlah menantikan waktu sore - untuk beramal baik itu, ambillah kesempatan sewaktu engkau sihat untuk masa sakitmu, sewaktu engkau masih hidup untuk masa matimu." (Riwayat Bukhari)
Para alim-ulama mengatakan dalam syarahnya Hadis ini: "Arti-nya ialah: Janganlah engkau terlampau cinta pada dunia, jangan pula dunia itu dianggap sebagai tanahair, juga janganlah engkau mengucapkan dalam hatimu sendiri bahwa engkau akan lama kekalmu di dunia itu. Selain itu janganlah pula amat besar perhatianmu padanya, jangan tergantung padanya, sebagaimana orang yang bukan di negerinya tidak akan menggantungkan diri pada negeri orang yakni yang bukan tanahairnya sendiri. Juga janganlah bekerja di dunia itu, sebagaimana orang yang bukan di negerinya tidak akan berbuat sesuatu di negeri orang tadi - yakni yang diperbuat hendaklah yang baik-baik saja supaya meninggalkan nama harum di negeri orang, karena pasti ingin kembali ke tempat keluarganya semula.

Seorang asing atau seorang perantau itu, sekalipun berapa saja lamanya di negeri orang, ia tetap tidak bertanahair di tempat yang didiami itu. Kalau orang itu bijaksana, tentu kegiatan bekerjanya ditujukan untuk mencari bekal yang akan dibawa ke tanahairnya kembali, sehingga hidupnya di negeri asalnya itu tidak mengalami kekecewaan dan tidak mengalami kekurangan sesuatu apapun, sebab telah dipersiapkan seluruhnya.

Nabi Muhammad s.a.w. menasihati kita manusia yang masih hidup di dunia sekarang ini, hendaknya beranggapan sebagai orang asing atau perantau yang bijaksana tadi. Dengan demikian tidak hanya sekadar untuk makan minum saja yang giat kita usahakan, tetapi bekal untuk kembali ke kampung akhirat itulah yang wajib lebih diutamakan. Bekal untuk bepergian yang jauh ke tanahair akhirat itu tidak ada lain kecuali memperbanyak amalan yang shalih, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya.

Adapun maksud ucapan Ibnu Umar anhuma itu ialah supaya segera-segeralah kita melakukan amal-amal yang baik, jangan ditunda-tunda waktunya. Kalau waktu pagi, jangan menunggu sampai sore hari dan kalau waktu sore jangan menunggu sampai pagi hari, sebab kematian itu datangnya dapat sekonyong-konyong. Demikian pula di saat badan sihat, jangan memperlambat-lambatkan untuk beramal shalih, sebab sakit itu dapat mendatangi kita sewaktu-waktu. Juga selagi masih hidup ini segeralah giat-giat berbuat kebajikan, sebab mati itupun dapat juga mendadak, tanpa memberikan tanda-tanda apapun.
Kini yang perlu kita perhatikan ialah:
(a)   Dunia fana ini jangan sampai dianggap sebagai tempat kediaman yang abadi, agar kita tidak lengah untuk mencari bekal guna kebahagiaan kita di akhirat.
(b)   Ini tidak berarti bahwa untuk kebahagiaan kita di dunia harus diabaikan, tetapi antara dua kepentingan itu wajib kita laksanakan bersamaan. Masing-masing sama dikejar menurut waktunya sendiri-sendiri. Jadi di waktu datang kewajiban ibadat jangan sekali-kali digunakan mengejar duit atau sebaliknya.
(c) Mencintai hartabenda duniawiyah jangan melampaui batas, hingga menjadi kikir untuk melakukan kesosialan. Ingatlah bahwa semua yang kita cintai itu pada suatu ketika pasti akan kita tinggalkan, sedangkan hartabenda itu nantinya menjadi milik orang lain dan tidak mustahil akan dibuat bentrokan di kalangan anak dan cucu. Perbanyaklah amal shalih sedapat mungkin dengan harta yang kita miliki itu.

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. wafat, sedang di rumahku tidak ada sesuatu apapun yang dapat dimakan oleh seseorang yang berhati - maksudnya oleh manusia yang hidup, melainkan sedikit gandum yang ada di rakku. Kemudian saya makan daripadanya sampai lama halku sedemikian itu, kemudian saya takarlah itu lalu habislah." (Muttafaq 'alaih)

Dari 'Amr bin al-Harits, yaitu saudaranya Juwairiyah binti al-Harits Ummul mu'minin radhiallahu'anhuma-jadi isterinya Nabi s.a.w., katanya: "Rasulullah s.a.w. tidak meninggalkan dirham, tidak pula dinar, hambasahaya lelaki ataupun perempuan, atau apapun juga ketika wafatnya, melainkan hanyalah keledai putihnya yang dahulu dinaikinya, juga senjatanya, serta sebidang tanah yang dijadikan sebagai sedekah kepada ibnussabil - orang yang dalam perjalanan." (Riwayat Bukhari)

Dari Sahal bin Sa'ad as-Sa'idi r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata dunia ini di sisi Allah dianggap menyamai - nilainya - dengan selembar sayap nyamuk, niscayalah Allah tidak akan memberi minum seteguk airpun kepada orang kafir daripadanya."

Maksudnya: Andaikata dunia ini bagi Allah dianggap masih ada nilainya sekalipun amat rendah, tentu orang kafir tidak akan diberi kenikmatan yang sekecil-kecilnya pun di dunia ini. Tetapi oleh sebab dianggap oleh Allah tidak berharga sama sekali, maka banyak saja orang kafir yang berlebih-lebihan rezekinya.

            Jadi yang dinamakan dengan zuhud bukanlah meninggalkan segala kenikmatan dunia, mencampakkannya ke belakang, tapi zuhud itu adalah sikap hidup yang bersahaja walaupun harta selalu mendekatinya, jadi bukan dia lagi yang mencari harta tapi hartalah yang mencarinya, tapi dia tidak terperdaya dengan kesenangan duniawi itu, sebagaimana Abu Bakar berdo'a pada satu kesempatan,"Ya Allah, letakkanlah dunia itu di tanganku agar bisa aku bisa mendistribusikannya, jangan kau letakkan harta itu di hatiku maka dia akan menguasaiku", Rasulullah bersabda, "Barangsiapa ridha dengan rezeki yang sedikit dari Allah maka Allah akan ridha dengan amal yang sedikit dari dia, dan menanti-nanti (mengharap-harap) kelapangan adalah suatu ibadah'' (HR. Bukhari).

Bila seorang mukmin sejak dini dia sudah dididik dengan nilai-nilai islam, dengan akhlakul karimah, maka dia akan menyikapi segala yang diperolehnya berupa harta, kehormatan dan ilmu dengan cara baik, karena tiga hal itu merupakan titipan Allah, orang yang diberi kekayaan tapi hidup bergelimang dengan kemewahan, ketika dagang kemiskinan dia akan mengalami depresi dan stres, orang yang terhormat karena jabatan bila sombong dan membusungkan dada karena jabatannya itu maka nanti ketika jabatan itu tidak ada dia bisa panik dan gila karena tidak ada lagi orang yang menghargainya, orang yang punya ilmu bila tidak tawadhu' [rendah hati], maka ketika orang tidak lagi menghargai ilmunya maka dia akan kesal, kecewa dan panik, untuk itulah Rasulullah menasehati ummatnya untuk berpandai-pandai menyikapi hidup dan kehidupan ini dengan bijak, "Kasihanilah tiga golongan orang yaitu orang kaya dalam kaumnya lalu melarat, seorang yang semula mulia (terhormat dalam kaumnya) lalu terhina, dan seorang 'alim yang dipermainkan (diperolok-olok) oleh orang-orang yang dungu dan jahil.; (HR. Asysyihaab). 

Rasululah adalah orang yang zuhud, dengan kezuhudannya beliau punya tiga kendaraan untuk kepentingan dakwah, beliau punya harta yang dihabiskan untuk menyeru kalimat Allah kepada manusia, beliau punya kekuasaan untuk meneguhkan tauhid di muka bumi ini, zuhudnya beliau bukan lari dari dunia tapi menghadapi dunia dengan iman, menaklukkan dunia untuk menundukkan hawa nafsu, mencari harta untuk menyantuni fakir miskin, zuhud bukan berarti menjauhi dunia tapi dunia diletakkannya di tangan bukan dihati, Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 08 Zulqaidah 1434.H/13 September 2013].