Pengertian Khamr

 Ketantuan Hukum Islam Mengenai Khamr


Oleh: Haji Moh. Ridwan 


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

PEMBAHASAN
2.1.  Pengertian Khamr
Secara etimologi, khamr berasal dari kata “khamar” (خَمَرَ) yang bermakna satara(سَتَرَ), artinya menutupi. Sedang khammara (خَمَّرَ) berarti memberi ragi. Adapun al-khamr diartikan arak, segala yang memabukkan.
Sedangkan jumhur ulama memberikan definisi khamar yaitu : segala sesuatu yang memabukkan baik sedikit maupun banyak.Definisi ini didasarkan pada hadits RasulullahSAW:
Dari Ibni Umar RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍحَرَامٌ
`Segala yang memabukkan itu adalah khamar dan semua jenis khamar itu haram.` (HR. Muslim dan Ad-Daruquthuny).
Dalam mazhab Al-Hanafiyah, definisi khamar adalah air perasan buah anggur yang telah berubah menjadi minuman memabukkan. Sedangkan minuman memabukkan lainnya bukan termasuk khamar dalam pandangan mereka. Namun demikian, orang yang mabuk karena minum minuman memabukkan tetap dihukum juga sesuai dengan aturan syariat.
Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal. Sehingga orang gila bila meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.
2.2.  Dasar Pelarangan Mengkonsumsi Khamar
Ayat Al-Quran yang menjelaskan penghaaman khamar secara mutlak pada seluruh waktu,ditegaskan dalam QS Al-Maidah:90-91
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٩٠﴾
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ ﴿٩١﴾
“[90]Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.
[91] Sesungguhnya syeitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar  dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhantilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Diceritakan ketika ayat ini turun, umar bin Khatab berkata, ‘sungguh kami berhenti meminum khamar’.  Sahabat anas meriwayatkan bahwa sejumlah orang tengah minum khamar, langsung menumpahkan dan memecahkan seluruh bejana, mendengar diharamkannya khamar.
2.3.  Hukum-Hukum Yang Terkait Dengan Khamar
1.    Haram Meminumnya
`Khamar itu diharamkan baik sedikit atau banyak. Dan juga diharamkan mabuk akibat meminum apa saja`. (HR. Al-`Uqaili)
2.    Yang Menghalalkannya Diancam Menjadi Kafir
Keharaman khamar itu sudah jelas dan qath`i. Sehingga tidak bisa ditawar-tawar lagi hukumnya. Sehingga para ulama mengatakan bila ada orang yang mengatakan bahwa khamar itu halal diminum, maka orang tersebut termasuk orang yang kafir. Sebab Allah telah menyebutkan bahwa khamar itu najis, perbuatan syetan dan harus dijauhi, sebagaimana yang telah difirmankan dalam surat Al-Maidah : 91.
3.    Haram Memilikinya
Seorang muslim bukan saja haram untuk meminum khamar, tapi sekedar memiliki atau menyimpannya sebagai koleksi pun haram. Bahkan menerima hadiah cendera mata dalam bentuk khamar pun haram hukumnya. Termasuk juga menjual atau membelinya.
Rasulullah SAW bersabda,`Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya Allah tabaraka wa ta`ala telah menurunkan pengharaman khamar. Maka siapa yang menulis ayat ini dan masih memilikinya janganlah meminumnya dan jangan pula menjualnya. Tapi buang saja di jalan-jalan kota Madinah`. (HR Muslim).
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Sesunggunya minuman yang diharamkan untuk meminumnya maka diharamkan juga menjualnya`. (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasai).
4.    Yang Merusaknya Tidak Wajib Mengganti
Bila seorang muslim masih memiliki khamar, maka bila dirusak atau dibuang oleh seroang muslim lainnya, tidak perlu menggantinya. Namun bila khamar itu milik non muslim, maka wajib menggantinya bila merusaknya atau menumpahkannya.
5.    Khamar Itu Najis
Khamar itu selain haram untuk diminum, juga hukumnya najis. Bahkan mazhab Al-Hanafiyah menyatakan bahwa khamar itu bukan sekedar najis, tapi najis mughallazhah atau najis berat. Sehingga bila terkena pakaian sebesar uang satu dirham, wajib untuk dicuci. Hal itu didasarkan pada dalil Al-Quran dimana Allah menyebutkan najis.
Sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa khamar itu najis karena secara tegas telah dilarang dan harus dijauhi.
Meski yang dimaksud dengan kata-kata `najis` dalam ayat tersebut bukan najis hakiki tapi najis maknawi. Namun ayat itu juga mewajibkan untuk menjauhi khamar. Dalam hadits dijelaskan tentang najisnya khamar ini :
Dari Abi Tsa`labah ra,`Kami bertetangga dengan ahli kitab. Mereka memasak babi dalam panci mereka dan minum khamar dalam wadah mereka. Rasulullah SAW bersabda,`Bila kalian punya yang selain dari milik mereka maka makan dan minum bukan dari panci dan bejana mereka. Tapi bila tidak ada lainnya, maka cucilah dengan air baru boleh dimakan dan diminum`. HR. Ad-Daruquthuni).
6.    Peminumnya Wajib Dihukum Dengan Hukuman Hudud Yaitu 80 Kali Menurut Jumhur Ulama.
7.    Dilarang Hadir Atau Duduk Di Suatu Majelis Yang Terhidang Khamar.
2.4.  Bentuk Hukuman Huddud Peminum Khamar
Peminum  khamar yang telah dijatuhi vonis dan dinyatakan bersalah oleh sebuah institusi pengadilan (mahkamah syar`iyah) hukumannya adalah dipukul. Bentuk hukuman ini bersifat mahdhah. Artinya bentuknya sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT. Sehingga tidak boleh diganti dengan bentuk hukuman lainnya seperti penjara atau denda uang dan sebagainya. Walaupun selanjutnya terdapat perbedaan mengenai jumlah pukulannya. 80 kali Pukulan, pendapat ini ialah pendapat yang dipegangi oleh jumhur ulama. 40 kali pukulan, pendapat ini adalah pendapat Imam Syafi’i.
Adapun mengenai alat untuk memukul peminum khamar, bisa digunakan beberapa alat antara lain : tangan kosong, pelepah kurma, sandal, ujung pakaian atau cambuk.
2.5.  Syarat Diberlakukannya Hukuman Hudud
a.       Berakal
Ini merupakan syarat pokok diberlakukannya suatu syari’at. Hal ini sejalan dengan prinsip agama:
لا دين لمن لا عقل له
“Tiada agama bagi makhluk yang tidak memiliki akal”
Dengan artian apabila orang gila/tidak waras meminum khamr maka ia tidak dijatuhi hukuman sebagaimana layaknya hukum yang berlaku bagi orang yang waras.
b.      Baligh
Bagi anak kecil yang belum dikategorikan baligh, apabila ia meminum khamr dan sejenisnya maka golongan ini juga belum bisa dijatuhi hukuman
c.       Muslim
Secara syar’i, yang wajib dikenakan hukum hudud hanyalah bagi umat muslim. Sedangkan untuk para non-muslim tidak dapat dikenakan hudud, kecuali apabila itu sudah merupakan sebuah undang-undang yang wajib ditaati oleh seluruh masyarakat yang tinggal di dalamnya. Namun, secara syar’i tetap mereka tidak dikenai hukum hudud.
d.      Mumayyiz
Mumayyiz adalah orang yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
e.       Tidak Dalam Kondisi Darurat
Apabila seseorang dalam keadaan darurat dan yang ada hanyalah khamr, apabila ia tidak meminumnya, nyawanya akan terancam maka ketika ia meminumnya demi menjaga keselamatan jiwanya ia tidak dikenai hukumhudud selagi tidak melebihi batasan yang telah berlaku (hanya sekedar untuk menyambung nyawa).
f.       Tahu Bahwa Itu Adalah Khamar
Bagi orang yang benar-benar tidak tahu bahwa yang telah diminumnya adalah khamr, maka ia juga tidak dihukum hudud.
2.6.  Jenis Khamr
Beberapa jenis minuman yang mengandung alkohol tingkat tinggi dan disinyalir sebagai mempunyai dampak buruk bagi akal dan kriminalitas di masyarakat, antara lain:
a.       Bir
b.      Brendy
c.       Vodka
2.7.  Hikmah Larangan Mengkonsiumsi Khamr
a.       Mengkonsumsi khamar meskipun ada manfaatnya, tetapi keburukan yang ditimbulkan jauh lebih besar, karena khamer disebut perbuatan rijs/kotor.
b.      Pengharaman mengkonsumsi khamr didasarkan atas akibat yang ditimbulkan yakni kehilangan akal nalar yang ada pada diri manusia, disamping adanya keburukan yang bersifat ekonomi, kesehatan dan sosial.
c.       Sanksi hukum yang diterapkan pada pengkonsumsi khamr pada dasarnya untuk menjaga kesadaran saat beribadah, memberi efek jera terhadap pelakunya dan menjaga keteraturan pada masyarakat.
d.      Terpeliharanya kesehatan jasmani dan rohani.
e.       Terjaga kehidupan masyarakat dari kejahatan-kejahatan yang ditimbulkan oleh minuman keras
f.       Terbentuknya generasi yang baik jasmani dan rohani.
g.      Mengurangi bahkan menghapus beban siksa di akirat bagi pelaku.

PENGERTIAN JUDI

JUDI DALAM PANDANGAN ISLAM


Oleh: Haji Moh. Ridwan 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Sebelum kita jelaskan bentuk–bentuk judi masa lalu dan kini ada baiknya kita renungi sejenak pengertian judi menurut ulama fuqaha (ulama fiqh)dan dua ayat di dalam al-qur’an surat al-Maidah ayat 90-91
PENGERTIAN JUDI :
          Judi dalam hukum syar’i disebut maysir dan qimar adalah “transaksi yang dilakukan oleh dua belah untuk pemilikan suatu barang atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu aksi atau peristiwa”.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُون

Hai orang–orang yang beriman sesungguhnya arak,judi,berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran arak dan berjudi itu, menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu .(Q.S; Al –Maidah: 90-91)
       Sebenarnya kalau dinalar berjudi memang merugikan karena secara matematika peluang untuk menang berjudi itu sangat kecil, apalagi kalau pemainnya banyak. Memang banyak alasan logis (dan ilmiah) di balik larangan maupun anjuran dalam agama Islam. Allah SWT telah memperingatkan dgn tegas mengenai bahaya judi ini di dalam surat Al-Maidah ayat 90 – 91 yang saya telah sebutkan di atas tadi,  Allah Swt berfirman Dalam Surat Al Maidah ayat 2  yang artinya “…..Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
             Dengan kita ikut bermain maka kita juga ikut berperan aktif dalam meramaikan perjudian itu sendiri.  Dan Sarat suatu hal dikatakan sebagai sebuah judi menurut agama adalah : 1. adanya harta yang dipertaruhkan. 2. adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan pihak yang menang dan pihak yang kalah. 3. pihak yang menang akan mengambil harta (yang menjadi taruhan) dari pihak yang kalah (kehilangan hartanya).
 “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi (Al-Maisir), katakanlah bahawa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (Al-Baqarah : 219)
Berdasarkan hadits nabi “Barangsiapa berkata kepada saudaranya marilah kita bermain judi, maka hendaklah dia bersedekah.” (Riwayat Al-Bukhari & Muslim)
 Berdasarkan dalil-dali di atas dapat disimpulkan bahawa Islam menjadikan judi sebagai satu kesalahan yang serius dan memandang hina apa jua bentuk judi. Ini dapat dilihat dari petunjuk petunjuk berikut:  Judi disebut dan diharamkan bersama dengan perbuatan minum arak, berkorban untuk berhala (syirik) dan menenung nasib. Kesemua ini adalah dosa besar di dalam Islam.
  1. Judi disifatkan sebagai najis untuk menggambarkan kekejiannya.
  2. Kehinaan judi diperkuatkan dengan pernyataan bahawa ia adalah amalan syaitan.
  3. Allah menggunakan perkataan ‘Jauhilah’ untuk menunjukkan pengharamannya. Perintah menjauhi judi lebih keras dari mengatakan bahawa ia adalah haram. artinya umat Islam bukan hanya dituntut untuk tidak berjudi tetapi juga tidak mendekatinya atau apa jua jalan kepadanya. Ini sama seperti larangan dari mendekati zina.
  4. Allah sertakan dalam ayat pengharaman itu, akibat-akibat buruk dari berjudi.
  5. Akibat buruk yang dinyatakan berkaitan dengan perkara yang dianggap penting dalam Islam iaitu menjaga kesatuan, persaudaraan dan mendirikan solat. Oleh kerana perkara ini adalah penting dalam Islam, maka apa jua yang boleh merosakkannya adalah suatu yang dipandang berat.
  6. Dalam Al-Maidah : 90-91, Allah bukan hanya perintah agar menjauhi judi bahkan Ia memperkuatkan perintah tersebut dengan seruan agar meninggalkannya sebagai penegasan.
  7. Siapa yang mengajak saudaranya berjudi sahaja, diperinthkan oleh Rasulullah s.a.w bersedekah sebagai kafarah terhadap dosanya apa lagi jika melakukannya.
Oleh karena itu pengaharaman judi adalah sesuatu yang tsabit dengan dalil qat’ii sama seperti pengharaman ke atas babi. artinya dalam apa jua keadaan dan tempat,  judi adalah haram sehingga hari Kiamat. Larangan terhadapnya tidak dapat ditafsirkan dengan pengertian lain. Apa yang tidak tsabit secara qat’ii ialah bentuk-bentuk permainan yang dikategorikan sebagai judi. Dalam aspek ini sememangnya terdapat khilaf dikalangan ulama kerana permainan selalunya berkembang dari masa ke semasa dan berbeza-beza antara dahulu dan sekarang dan antara kalangan kaum.
Oleh kerana itu pendirian seorang muslim dalam persoalan judi ialah untuk menerima ketentuan Allah taala dengan yakin akan keburukan judi. Walau pun terdapat pelbagai hujah dan kajian saintifik yang dibuat oleh berbagai pihak bagi menjustifikasikan judi samada untuk tujuan ekonomi, sosial dan lain-lain. Babi tidak akan boleh menjadi halal walau pun para saintis dapat membuktikan faedah yang ada padanya. Begitulah juga judi. Seorang muslim wajib menolak judi dan membrantasnya walau pun ia tidak lihat atau belum lihat tanda-tanda negatif dari perbuatan judi. Keimanan kita terhadap Allah taala dan kebenaran Al-Quran dan As-Sunnah cukup bagi menolak judi samada sikit atau banyak, untuk tujuan peribadi atau manfaat sosial. Ini sejajar dengan firman Allah taala yang bermaksud :
 “Alif Lam Mim, (Al-Quran) itu adalah kitab yang tiada keraguan padanya dan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah : 1-2)
 “Demi tuhankau (Muhammad), sesungguhnya mereka belum beriman sehingga mereka menjadikan kau sebagai hakim dalam perkara yang mereka berselisih dan tidak merasa keberatan atas apa yang kamu putuskan dan menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa’ : 65)
 Walaupun begitu ini tidak bermaksud untuk menghalang umat Islam dari membuat berbagai kajian berkaitan judi secara objektif.  Seperti kajian mengenai kesan judi terhadap masyarakat, individu dan psikologi penjudi. Hari ini judi sudah menjadi satu amalan sosial yang biasa, Ia bahkan menjadi satu industri tersendiri yang memberi pekerjaan pada ratusan tenaga manusia, pendapatan bilion dolar bagi pemerintah dan syarikat judi, sumbangan bilion dolar juga kepada kerja kemasyarakatan. Begitu besar manfaat ini, sehingga ia mengaburi mata dan menggoncang keyakinan adakah benar judi itu hina dan tidak baik? Dalam hal ini suka dipertegaskan bahawa Islam tidak menafikan kewujudan manfaat dari judi. Namun judi tetap diharamkan bukan kerana ia tidak ada faedah tetapi kerana mudarat yang timbul dari berjudi lebih besar dari faedah yang boleh diraih. Ini dengan jelas dinyatakan dalam Al-Baqarah : 219. Ini tidak akan berubah walau pun pada hari ini ramai yang berjudi secara suka-suka atau kecil-kecilan dan judi yang diinstitusikan tidak pula mencetus permusuhan, pergaduhan dan ibadah kepada Allah taala.  
Dalam mengklasifikasikan sesuatu permainan sebagai judi, para ulama telah mensyaratkan ciri-ciri berikut:
  1. Ia disertai oleh dua orang atau lebih atau dua kumpulan manusia atau lebih.
  2. Setiap pihak mempertaruhkan sesuatu harta atau manfaat.
  3. Mana-mana pihak yang menang akan memperolehi harta atau manfaat dari pihak yang kalah di samping menyimpan harta dan mafaat yang ia pertaruhkan.
            Berdasarkan ini para ulama berpendapat bahawa mana-mana permainan yang mana pemenangnya memperolehi manfaat yang disediakan oleh pihak ketiga, bukan dari pihak-pihak yang terlibat dalam permainan itu. Permainan seperti ini dinamakan sebagai pertandingan dan manfaat yang diperolehi dianggap sebagai hadiah. Satu permainan juga tidak dianggap sebagai judi sekiranya manfaat yang diperolehi berasal dari satu pihak seperti sekiranya seorang berkata kepada temannya “Jika kamu boleh mengalahkan saya, saya akan memberimu hadiah. Akan tetapi jika kamu kalah, tiada kewajipan atas kamu terhadap saya.” Ini berdasarkan kepada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang mana Rasulullah s.a.w diajak oleh seorang kafir Quraisy bernama Rukanah untuk bergusti dengan hadiah beberapa kambing, jika Rasulullah s.a.w menang. Rasulullah s.a.w menerima cabaran itu dan beliau menang dalam pertandingan.
Di dalam sebuah hadits juga diriwayatkan dari Anas
 “Ditanyakan kepada Anas Apakah kamu bertaruh di masa Rasulullah s.a.w? Apakah Rasulullah s.a.w bertaruh? Anas menjawab Ya, beliau telah mempertaruhkan seekor kuda yang dinamakan Sabhah, lalu taruhan itu dimenangkan oleh Rasulullah s.a.w. Beliau senang terhadap hal itu dan mengaguminya.” (Riwayat Ahmad)
             Apa juga permainan yang apabila seorang di antara yang bertaruh menang lalu mendapatkan taruhan itu sedang bila kalah maka dia berhutang kepada temannya dianggap sebagai judi yang diharamkan.
Prof. Dr. Yusuf Al-Qardhawi menulis bahawa apa yang sekarang ini dinamakan dengan ‘loteri’ adalah semacam cabang dari perjudian juga, yang mana tidak seharusnya dipandang remeh serat membolehkannya atas nama badan bantuan sosial dan kerana tujuan-tujuan kemanusiaan. Sebenarnya orang-orang yang membolehkan bermain loteri kerana tujuan-tujuna yang tersebut seperti orang-orang yang mengumpul dana sumbangan kerana tujuan-tujuan khairat dnegan mengadakan majlis-majlis joget dan pertunjukan seni yang haram. Sebaik-baiknya kita katakan kepada orang ini sebagaimana yang disabdakan oleh nabi Muhammad s.a.w yang bermaksud “Sesungguhnya Allah itu Baik, Dia tidak akan menerima kecuali yang baik-baik sahaja” (Riwayat Muslim)[5] 
 “Sesungguhnya Allah itu Suci, tidak menerima melainkan yang suci.”(Riwayat Muslim) 
Kesimpulan

  1. Islam adalah agama yang sejajar dengan fitrah manusia. Oleh itu Islam mengharuskan hiburan dan berbagai permainan. Mengikut prinsip hukum Islam, apa lagi hiburan dan permainan adalah halal kecuali ada dalil yang menjadikannya haram. Atas dasar ini, pada hakikatnya terdapat pelbagai hiburan dan permainan yang manusia boleh menceburinya dibandingkan apa yang tidak dibenarkan. Oleh itu, adalah satu kesilapan untuk mentohmah Islam sebagai satu agama yang sempit dan jumud kerana sikap tegasnya terhadap judi. Islam melarang judi kerana ia menjadikan manusia menggantungkan harapannya kepada nasib, keuntungan yang tiba-tiba serta cita-cita kosong bukan kepada pekerjaan dan usaha melalui sebab musabab yang ditentukan oleh Allah taala.